Polemik Pecopotan Jilbab Paskibraka 2024: Sulawesi Tengah dan Daerah Lainnya Geram

Kekecewaan Meluas atas Pelarangan Jilbab Paskibraka Nasional: BPIP Dikecam, Reaksi dari Berbagai Provinsi Meningkat

Redaksi BNews

PALU – Kontroversi seputar pecopotan jilbab dari petugas Paskibraka Nasional tahun ini memicu ketidakpuasan di berbagai daerah, termasuk Sulawesi Tengah. Kekecewaan ini muncul setelah beberapa perwakilan, termasuk Zahra dari Morowali Utara, dilaporkan melepas hijab mereka saat pengukuhan.

Ketua Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Sulawesi Tengah, Moh Rachmat Syahrullah, mengungkapkan rasa kecewa mendalam. “Kami menemukan fakta bahwa utusan kami, Zahra, telah melepas hijabnya saat pengukuhan. Ini jelas melanggar kebijakan yang sudah lama diterima,” ujarnya dalam wawancara dengan Republika pada Rabu, 14 Agustus 2024.

Rachmat menambahkan bahwa penemuan ini tidak hanya terjadi pada perwakilan Sulawesi Tengah tetapi juga di daerah lainnya, dengan laporan serupa dari sekitar 17-18 provinsi. “Gejolak ini membuat masyarakat di Sulawesi Tengah marah dan kecewa, terutama karena anak-anak mereka harus melepaskan hijab yang mereka pakai dengan bangga,” kata Rachmat.

Menurut Rachmat, pembinaan Paskibraka sejak 2002 mengizinkan pemakaian jilbab. Namun, dengan perubahan kepemimpinan di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sejak 2022, kebijakan ini tampaknya mengalami perubahan drastis. “Ini adalah pelanggaran serius terhadap UUD 1945 Pasal 29 yang menjamin kebebasan beragama,” jelasnya.

Rachmat juga mengungkapkan rencananya untuk menghimpun keberatan bersama PPI dari berbagai daerah untuk menanggapi pelanggaran ini. “Kami menganggap ini sebagai pengkhianatan terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dan akan menyurati Presiden Joko Widodo untuk menindaklanjuti masalah ini,” tambahnya.

Irwan Indra, Wakil Sekretaris Jenderal PPI Pusat, menyatakan keterkejutannya atas keputusan tersebut. “Kami sudah lama membolehkan jilbab untuk Paskibraka, dan kami terkejut tidak ada satupun Paskibraka putri yang berjilbab tahun ini,” ujarnya. Irwan, yang pernah menjabat sebagai Paskibraka pada 2001 dan sebagai pembina sejak 2016, menegaskan bahwa keputusan ini mungkin dipengaruhi oleh tekanan internal.

“Tekanan mungkin datang dalam bentuk ancaman untuk tidak menjadi pasukan utama atau dicadangkan,” kata Irwan. Ia juga menambahkan bahwa beberapa provinsi, termasuk Aceh dan Sulawesi Tengah, telah mengajukan protes terkait keputusan ini.

Hingga saat ini, Republika belum mendapatkan tanggapan resmi dari pihak kehumasan BPIP terkait isu ini. Sementara itu, PPI dari berbagai provinsi terus berupaya untuk menegakkan hak-hak anggotanya dan memastikan keputusan ini tidak melanggar konstitusi serta hak asasi manusia.