BARITO.NEWS, Kalimantan Timur – Sabtu, 17 Agustus 2024, aksi protes terhadap proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur berujung pada penangkapan 14 orang oleh pihak kepolisian. Protes yang dilakukan oleh warga sekitar IKN dan koalisi masyarakat sipil tersebut melibatkan pembentangan banner bertuliskan “Indonesia is Not for Sale” di Jembatan Pulau Balang, yang menghubungkan Balikpapan dengan kawasan IKN di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
Aksi dimulai dengan upacara bendera di Pantai Lango, Kecamatan Penajam, Kabupaten PPU. Peserta kemudian melanjutkan dengan membentangkan kain merah berukuran 50×15 meter bertuliskan “Indonesia is Not for Sale, Merdeka!” di Jembatan Pulau Balang. Selain itu, beberapa banner lain turut dikibarkan dari perahu-perahu kayu dalam parade kemerdekaan.
Namun, sebelum aksi ini tuntas, aparat kepolisian datang dan melakukan penahanan. Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, membantah bahwa penangkapan terkait dengan aksi protes. Ia mengklaim bahwa para aktivis dan jurnalis yang dibawa ke Mapolres PPU hanya untuk “makan bersama,” meskipun konfirmasi tersebut belum jelas.
Menurut Kombes Yuliyanto, meski aktivis dan jurnalis dibawa ke Mapolres PPU, tidak ada penahanan resmi. Sebaliknya, Edy Kurniawan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan bahwa 14 orang yang dibawa ke Polres PPU adalah tim pemanjat banner dan tim hukum lainnya, dengan beberapa di antaranya mengalami kekerasan, termasuk satu orang yang pingsan.
Edy menyebutkan bahwa para aktivis didata tanpa pemeriksaan lebih lanjut dan sempat tertunda pulangnya akibat tekanan dari ormas yang muncul di Polres PPU.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda, Yuda Almerio, melaporkan bahwa jurnalis yang meliput aksi tersebut sempat diminta turun dari kapal oleh aparat. Yuda merasa bahwa permintaan tersebut adalah bentuk serangan psikologis. Proses penahanan berlangsung lebih dari satu jam sebelum jurnalis dan aktivis diizinkan pulang, meskipun mereka masih merasa ada pembuntutan setelah kembali ke Balikpapan.
Sekretaris AJI Balikpapan, Niken Dwi Sitoningrum, menyesalkan tindakan represif yang dialami para jurnalis dan aktivis. Ia menilai bahwa tindakan aparat mencederai kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Niken juga mengkritik pemerintah atas tindakan represif yang dianggap tidak dapat dibenarkan.
Forest Campaigner Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengatakan bahwa protes dilakukan untuk menyerukan perhatian lebih terhadap lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat adat. Menurutnya, investasi di IKN malah mengganggu ruang hidup warga dan bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Iqbal menilai keputusan pemerintah untuk memberikan Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun kepada perusahaan sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita kemerdekaan. Ia menekankan bahwa tujuan protes adalah agar cita-cita kemerdekaan Indonesia bisa dirasakan sepenuhnya oleh seluruh rakyat.