Kronologi Polemik 18 Paskibraka Copot Jilbab: Pengakuan dan Reaksi dari PPI

Banjir Protes dari PPI dan Provinsi Terkait Perubahan Kebijakan Jilbab Paskibraka

Redaksi BNews

Polemik mengenai pelarangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka putri mencuat, memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Purna Paskibraka Indonesia (PPI) dan sejumlah provinsi. Isu ini menjadi sorotan setelah ditemukan bahwa sejumlah petugas Paskibraka Muslimah melepas jilbab mereka selama acara pengukuhan di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, pada Selasa, 13 Agustus 2024.

Kronologi dan Tanggapan

  1. Latar Belakang Kebijakan Wakil Sekretaris Jenderal PPI Pusat, Irwan Indra, mengungkapkan bahwa penggunaan jilbab bagi Paskibraka Muslimah sudah diizinkan sejak lama. “Saat saya bergabung pada 2001, sudah ada kebijakan di daerah yang membolehkan jilbab. Di tingkat nasional, kebijakan ini berlaku sejak 2002,” ujar Irwan. Pada masa Orde Baru, penggunaan jilbab memang tidak diperbolehkan.
  2. Perubahan dan Kebijakan Terbaru Irwan menjelaskan bahwa sejak 2016, saat dia mulai menjalankan tugas sebagai pembina Paskibraka, perhatian terhadap keyakinan anggota Paskibraka semakin diperhatikan. Ini termasuk pengaturan pakaian agar sesuai dengan keyakinan agama, seperti memperpanjang rok dan menggunakan legging. Pada 2021, bahkan ada pembawa baki Bendera Pusaka yang memakai jilbab.
  3. Kebingungan dan Protes Polemik mulai berkembang pada 13 Agustus 2024, ketika tidak ada satupun anggota Paskibraka putri yang berjilbab. “Kami terkejut melihat tidak ada Paskibraka putri yang berjilbab. Selama ini, tidak ada masalah dengan kebijakan jilbab,” kata Irwan. PPI di daerah-daerah, termasuk Aceh dan Sulawesi Tengah, melayangkan protes karena anggota Paskibraka mereka yang sudah memakai jilbab sejak lama kini harus melepasnya.
  4. Penyelidikan dan Tekanan Irwan menduga bahwa keputusan untuk melepas jilbab ini mungkin berasal dari tekanan, seperti ancaman untuk dicadangkan atau tidak menjadi pasukan utama. “Kami sudah mencoba menghubungi BPIP dan pembina dari TNI-Polri, namun belum mendapatkan kejelasan,” ujar Irwan. PPI juga berencana untuk menyurati Presiden Joko Widodo terkait masalah ini, meyakini bahwa keputusan ini bukan perintah dari presiden, melainkan dari BPIP.

Hingga saat ini, Republika belum menerima tanggapan resmi dari pihak-pihak kehumasan BPIP mengenai isu ini. Sementara itu, PPI dan provinsi-provinsi terkait terus mengajukan protes dan mencari solusi untuk mengatasi polemik ini.